Dengan menggunakan “lensa” gravitasional di ruang angkasa, para
astronom Universitas Utah menemukan bahwa pusat galaksi-galaksi terbesar
bertumbuh menjadi lebih padat – memberi bukti terjadinya tabrakan dan
penggabungan secara berulang-ulang antar galaksi-galaksi raksasa.
“Kami
menemukan bahwa selama 6 miliar tahun terakhir, materi yang membentuk
galaksi elips raksasa semakin terkonsentrasi ke arah pusat galaksi. Ini
merupakan bukti bahwa galaksi besar menabrak galaksi besar lainnya untuk
membuat galaksi yang lebih besar,” kata astronom
Adam Bolton, penulis
utama dalam studi baru ini.
“Penelitian-penelitian paling terbaru
sebelumnya telah menunjukkan bahwa galaksi besar bertumbuh dengan cara
memangsa galaksi-galaksi yang lebih kecil dalam jumlah banyak,”
tambahnya. “Kami menunjukkan bahwa tabrakan besar antar galaksi besar
adalah sama pentingnya dengan makanan kecil yang banyak.”
Studi baru ini — yang dipublikasikan dalam The Astrophysical Journal –dikerjakan oleh tim Bolton dari Sloan Digital Sky Survey-III dengan menggunakan teleskop optik selebar 2,5 meter pada Apache Point, N.M., dan Teleskop Ruang Angkasa Hubble yang mengorbiti bumi.
Teleskop-teleskop
ini pernah digunakan untuk mengamati dan menganalisa 79 “lensa
gravitasional,” yang merupakan galaksi di antara bumi dan
galaksi-galaksi yang jaraknya lebih jauh. Gravitasi galaksi lensa
berguna dalam membelokkan cahaya yang berasal dari galaksi yang lebih
jauh, menciptakan sebuah cincin atau sebagian cincin cahaya di sekitar
galaksi lensa.
Teleskop-teleskop ini pernah digunakan untuk mengamati dan
menganalisa 79 “lensa gravitasional,” yang merupakan galaksi di antara
bumi dan galaksi-galaksi yang jaraknya lebih jauh. Gravitasi
galaksi lensa berguna dalam membelokkan cahaya yang berasal dari galaksi
yang lebih jauh, menciptakan sebuah cincin atau sebagian cincin cahaya
di sekitar galaksi lensa.
Ukuran cincin itu digunakan untuk
menentukan massa pada setiap galaksi lensa, dan kecepatan
bintang-bintangnya digunakan untuk menghitung konsentrasi massa di
setiap galaksi lensa.
Bolton mengerjakan penelitian ini bersama
dengan para tiga astronom lainnya dari Universitas Utah – peneliti
pasca-doktoral Joel Brownstein, mahasiswa pascasarjana Yiping Shu dan
sarjana Ryan Arneson -juga bersama para anggota Sloan Digital Sky
Survey: Christopher Kochanek dari Universitas Ohio State; David Schlegel
dari Lawrence Berkeley National Laboratory; Daniel Eisenstein dari
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics; David Wake dari Universitas
Yale; Natalia Connolly dari Hamilton College, Clinton, NY; Claudia
Maraston dari Universitas Portsmouth, Inggris, dan Benjamin Weaver dari
Universitas New York.
Studi
baru ini berurusan dengan jenis galaksi-galaksi elips terbesar yang
pernah diketahui, masing-masing berisi sekitar 100 milyar bintang.
Dengan menghitung “materi gelap” yang tak terlihat, galaksi-galaksi itu mengandung massa sebesar 1 triliun bintang seperti matahari kita.
“Mereka
adalah produk akhir dari semua tabrakan dan penggabungan
generasi-generasi galaksi sebelumnya, mungkin ratusan tabrakan,” kata
Bolton.
Meskipun bukti terbaru dari studi lain menunjukkan bahwa
galaksi elips raksasa bertumbuh dengan memangsa galaksi yang jauh lebih
kecil, namun simulasi komputer Bolton sebelumnya menunjukkan bahwa
tabrakan antar galaksi besar adalah satu-satunya penggabungan galaksi
yang mengarah pada meningkatnya kepadatan massa di pusat galaksi elips
raksasa.
Ketika sebuah galaksi kecil bergabung dengan yang lebih
besar, polanya berbeda. Galaksi kecil terkoyak-koyak oleh gravitasi dari
galaksi besar. Bintang-bintang dari galaksi kecil tetap berada di dekat
pinggiran galaksi besar, bukan pusatnya.
“Tapi jika Anda memiliki
dua galaksi yang kira-kira sebanding dan keduanya berada di jalur
tabrakan, maka masing-masing lebih menembus ke pusat satu sama lain,
sehingga ada lebih banyak massa yang berakhir di pusat,” kata Bolton.
Penelitian terbaru lainnya menunjukkan
bahwa bintang-bintang menyebar lebih luas ke dalam galaksi dari waktu ke
waktu, mendukung gagasan bahwa galaksi besar memangsa galaksi-galaksi
yang jauh lebih kecil.
“Kami menemukan bahwa galaksi-galaksi itu
semakin terkonsentrasi pada massa mereka dari waktu ke waktu
meskipun kurang terkonsentrasi pada cahaya yang mereka pancarkan,” kata
Bolton.
Bolton meyakini bahwa tabrakan antar galaksi besar
menjelaskan bertumbuhnya konsentrasi massa tersebut, sedangkan galaksi
yang menelan galaksi-galaksi kecil lebih menjelaskan cahaya bintang yang
jaraknya jauh dari pusat galaksi.
“Kedua proses ini penting untuk
menjelaskan gambarannya secara keseluruhan,” kata Bolton. “Cara
berkembangnya cahaya bintang tidak dapat dijelaskan dengan tabrakan
besar, jadi kita benar-benar membutuhkan kedua jenis tabrakan, yaitu
tabrakan besar dan kecil — Yang besar dalam jumlah sedikit dan yang
kecil dalam jumlah banyak.”
Studi ini juga menunjukkan bahwa
tabrakan antar galaksi besar adalah “tabrakan kering” — artinya,
galaksi-galaksi yang bertabrakan mengalami kekurangan gas dalam jumlah
besar karena sebagian besar gasnya sudah membeku untuk membentuk bintang
— dan bahwa galaksi-galaksi yang bertabrakan tidak saling memukul dalam
posisi lurus satu sama lain, atau yang diistilah Bolton sebagai
“pukulan menyerempet”.
Sloan Bertemu Hubble: Bagaimana Studi Dilakukan
Universitas
Utah bergabung pada tahap ketiga Sloan Digital Sky Survey, yang dikenal
sebagai SDSS-III, pada tahun 2008. Dengan melibatkan sekitar 20 lembaga
riset di seluruh dunia, proyek yang terus berlanjut hingga tahun 2014
ini merupakan upaya internasional dalam memetakan luar angkasa sebagai
cara untuk mencari planet-planet raksasa dalam sistem tata surya lain,
mempelajari asal usul galaksi dan ekspansi alam semesta, serta
menyelidiki materi gelap dan energi gelap misterius yang membentuk
sebagian besar alam semesta.
Bolton mengatakan bahwa studi barunya
ini “nyaris berkuah” dengan menyertakan sebuah proyek SDSS-III bernama
BOSS (Baryon Oscillation Spectrographic Survey). BOSS berupaya dalam
mengukur sejarah ekspansi alam semesta dengan presisi yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Hal itu memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari
energi gelap yang mempercepat perluasan alam semesta. Alam semesta
diyakini hanya terdiri dari 4 persen materi biasa, 24 persen “materi
gelap” kasat mata dan 72 persen energi gelap yang belum-terjelaskan.
Selama
penelitian BOSS terhadap galaksi-galaksi, komputer yang menganalisis
spektrum cahaya yang dipancarkan galaksi mengungkap puluhan lensa
gravitasional, yang ditemukan karena tanda-tanda alam dari dua galaksi
yang berbeda berada dalam satu garis.
Studi Bolton melibatkan 79 lensa gravitasional yang terobservasi dari dua survei:
- Survei Sloan dan Teleskop Ruang Angkasa Hubble yang mengumpulkan gambar serta spektrum warna pancaran sinar dari galaksi-galaksi tua yang jaraknya relatif dekat — meliputi 57 lensa gravitasional — 1 milyar hingga 3 milyar tahun di masa lalu.
- Survei lain yang mengidentifikasi 22 lensa di antara galaksi-galaksi muda yang berjarak lebih jauh, dari 4 miliar hingga 6 miliar tahun di masa lalu.
Cincin cahaya
di seputar galaksi lensa gravitasional dinamakan “Cincin Einstein”
karena Albert Einstein pernah memprediksi efeknya, meskipun Beliau
bukanlah orang pertama yang melakukannya.
“Galaksi-galaksi yang
lebih jauh mengirimkan sinar cahaya yang berpencar, namun sinar-sinar
yang melintas di dekat galaksi yang lebih dekat bisa dibengkokkan
menjadi kesatuan sinar cahaya yang tampak oleh kita sebagai cincin
cahaya di seputar galaksi dekat,” kata Bolton.
Semakin besar
jumlah materi dalam sebuah galaksi lensa, maka semakin besar pula
cincinnya. Itu tampaknya berlawanan dengan intuisi, namun massa yang
lebih besar memiliki tarikan gravitasi yang cukup untuk membuat jalur
lintasan cahaya bintang jauh sedemikian menikung sehingga bisa terlihat
oleh pengamat, menciptakan sebuah cincin yang lebih besar.
Teori-teori Alternatif
Bolton dan
rekan-rekannya mengakui bahwa pengamatan mereka ini dapat dijelaskan
dengan teori-teori lain selain gagasan galaksi yang semakin memadatkan
pusatnya dari waktu ke waktu:
- Gas yang runtuh untuk membentuk bintang dapat meningkatkan konsentrasi massa dalam sebuah galaksi. Bolton berpendapat bintang-bintang dalam galaksi tersebut sudah terlalu tua untuk menguatkan penjelasan ini.
- Gravitasi dari galaksi-galaksi terbesar menanggalkan galaksi-galaksi “satelit” pada pinggirannya, meninggalkan lebih banyak massa yang terkonsentrasi di pusat galaksi satelit. Bolton berpendapat proses tersebut tidak mungkin bisa menghasilkan konsentrasi massa yang telah terobservasi dalam studi baru ini dan menjelaskan bagaimana tingkat massa pusat berkembang dari waktu ke waktu.
- Para peneliti hanya mendeteksi batas pada tiap galaksi antara wilayah bagian dalam yang didominasi bintang dan wilayah bagian luar, yang didominasi materi gelap kasat mata. Berdasarkan hipotesis ini, tampilan konsentrasi massa galaksi yang berkembang dari waktu ke waktu itu adalah karena adanya suatu kebetulan dalam metode pengukuran dari para peneliti – mereka mengukur galaksi-galaksi muda pada area yang lebih jauh dari pusatnya dan mengukur galaksi-galaksi tua pada area yang lebih dekat dari pusatnya, menghadirkan ilusi konsentrasi massa di pusat galaksi yang bertumbuh dari waktu ke waktu. Bolton berpendapat bahwa perbedaan pengukuran ini terlalu kecil untuk menjelaskan pola yang terobservasi pada kepadatan materi di dalam galaksi-galaksi lensa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar